Sabtu, 16 Maret 2019

WAU ATHOF DAN WAU MAIYAH


Dalam tata bahasa arab, terdapat beberapa jenis huruf wau yang dikenal oleh para ahli nahwu, salah satu diantaranya ialah waw athaf dan wau maiyah. Kendati keduanya sama-sama berupa huruf wau namun kedua huruf tersebut ternyata memiliki perbedaan fungsi dan makna yang cukup mendasar di samping dari sisi amal-nya, maka sebelum penulis melangkah lebih jauh, penulis ingin mengajak para pembaca mengamati contoh-contoh kalimat sederhana di bawah ini:
سَارَ زَيْدٌ وَالْجَبَلَ
Zaid berjalan bersama gunung
تَبَاغَضَ زَيْدٍ وَعَمْرٌ
Zaid dan Amr saling membenci
لَعِبَ خَلِيلٌ كُرَّةَ الْقَدَمِ وَأَصْدِقَائُهُ/ وأَصْدِقَائَهُ
Kholil bernain bola bersama temannya
لاَتُسَافِرْ أَنْتَ وَخَالِدٌ/وَخاَلِدًا
Kamu jangan berjalan bersama kholid

Huruf wau yang terdapat dalam contoh pertama dapat dipastikan berupa wau maiyah sedang kata yang terletak sesudahnya (الْجَبَلَ) harus dibaca nashob dengan alasan kata tersebut berposisi sebagai maf’ul maah. Hal itu karena ketika seseorang mendengar kata-kata tersebut ia langsung dapat menebak bahwa kata yang terletak sesudah wau (الْجَبَلَ) tidak bisa diikut sertakan sebagai pelaku dari aktivitas yang dilakukan oleh kata yang ada di depannya (dengan kata lain, sebuah gunung tidak mungkin bisa berjalan seperti zaid).
Sedangkan huruf wau yang terdapat dalam contoh kedua dapat dipastikan adalah wau athaf dan kata yang terletak sesudahnya (عَبَّاسٌ ) harus dibaca rofa’ seperti kata di depannya (مَحْمُودٌ ) dengan alasan kata tersebut merupakan ma’thuf dari kata di depannya. Hal itu karena ketika seseorang mendengar kata-kata tersebut ia langsung dapat menebak bahwa kedua orang tersebut sama-sama membenci satu sama lain[1].
Sementara huruf wau yang terdapat dalam contoh ketiga tidak dapat dipastikan apakah termasuk wau maiyah ataupun wau athaf, sedangkan kata yang terletak sesudah huruf tersebut (أَصْدِقَائُهُ) juga tidak dapat dipastikan apakah diposisikan sebagai maf’ul maah atau ma’thuf,  hal itu karena seseorang tidak langsung bisa memastikan apakah kholil dan teman-temannya sama-sama bermain bola atau tidak (hanya kholil saja yang bermain bola sedangkan temannya hanya menyaksikan dia bertanding dari pinggir lapangan).
apabila makna yang dimaksud di balik teks tersebut adalah makna yang pertama (dengan kata lain, teman-temannya ikut bermain bola seperti kholil) maka isim yang terletak sesudah wau lebih baik diposisikan sebagai ma’thuf[2] daripada diposisikan sebagai maf’ul ma’ah.
Dan apabila makna yang dimaksud di balik teks tersebut adalah makna yang kedua (dengan kata lain, mereka hanya mendukung kholil dari pinggir lapangan namun tidak ikut bermain bola bersamanya) maka kata yang terletak sesudah wau lebih baik diposisikan sebagai maf’ul ma’ah [3]daripada diposisikan sebagai ma’thuf.   
 Sama seperti contoh di atasnya, huruf wau yang terdapat dalam contoh keempat juga tidak dapat dipastikan apakah merupakan wau maiyah ataupun wau athaf hal itu karena seseorang tidak dapat memastikan apakah kata tersebut  berisi larangan terhadap kholid atau lawan bicaranya untuk melakukan perjalanan jauh (baik dilakukan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri) atau hanya berisi larangan bagi lawan bicaranya untuk melakukan perjalanan jauh bersama dengan kholid di waktu yang sama.[4]
Apabila makna yang dimaksud di balik teks tersebut adalah makna pertama (larangan kepada dua belah pihak untuk melakukan perjalanan jauh baik bersamaan atau sendiri-sendiri) maka kata yang terletak sesudah wau lebih baik diposisikan sebagai ma’thuf[5].
dan apabila makna yang dimaksud  di balik teks tersebut adalah makna yang kedua (larangan kepada dua belah pihak untuk melakukan perjalanan jauh secara bersama-sama) maka kata yang terletak sesudah wau lebih baik diposisikan sebagai maf’ul ma’ah[6]
Dari beberapa contoh yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan:
1. kata yang terletak setelah wau maiyyah huruf terakhirnya harus dibaca nashob meskipun kata yang terletak sebelum huruf tersebut dibaca rafa’, nashob, ataupun jir. Contoh:
سَارَ زَيْدٌ وَعَمْرًا
Zaid berjalan bersama Amr
أَحْمِلُ الْقَلَمَ وَالْكِتَابَ
Saya bawa pulpen dan buku
نَهَانَا عَنِ الْبَوْلِ وَالْقِيَامَ
Kami dilarang kencang sambil berdiri
Sementara kata yang terletak sesudah wau athaf huruf terakhirnya harus ikut pada yang ada di depannya, contoh:
ذَهَبَ زَيْدٌ وَعَمْرٌ
Zaid dan Amr telah pergi
إشْتَرَيْتُ الْقَلَمَ وَالْكِتَابَ
Aku membeli pulpen dan buku
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَثَابِتٍ
Aku berjumpa dengan Zaid dan tsabit
2.   huruf wau yang terdapat dalam struktur kalimat dapat dipastikan sebagai wau maiyah apabila isim yang terletak sesudahnya tidak mungkin bisa diikut sertakan menjadi pelaku dari aktivitas yang dilakukan oleh isim yang ada di depannya. Contoh:
نَامَ زَيْدٌ وَوِسَادَتَهُ                                                              "zaid tidur dengan bantalnya"
Huruf wau yang terdapat dalam contoh di atas dapat dipastikan merupakan wau maiyah karena bantal tidak mungkin bisa tidur seperti zaid.
3.    Huruf wau yang terdapat dalam struktur kalimat dapat dipastikan sebagai wau athof apabila huruf tersebut jatuh sesudah aktivitas-aktivitas yang tidak dapat terwujud tanpa melibatkan dua belah pihak atau lebih[7]. Contoh:
تحَابَّ الْفَتَى وَ الْفَتَاةُ                                        
"Seorang pemuda dan pemudi saling mencintai"
Huruf wau yang terdapat dalam contoh di atas dapat dipastikan merupakan wau athof karena perasaan tersebut (saling mencintai) hanya bisa terwujud apabila muncul dari dua belah pihak.  
4.  apabila isim yang terletak sesudah wau bisa diikut sertakan atau tidak diikut sertakan menjadi pelaku dari aktivitas yang dilakukan oleh isim yang ada di depannya maka huruf tersebut bisa saja merupakan wau maiyah ataupun wau athaf. Sedangkan isim yang terletak sesudah huruf tersebut bisa saja diposisikan sebagai maf’ul maah atau diposisikan sebagai ma’thuf. Contoh:
لَعِبَ خَلِيلٌ كُرَّةَ القَدَمِ وَأَصْدِقَائُهُ (وأَصْدِقَائَهُ)           
    
"Kholil bermain bola bersama temannya"
Huruf wau yang terdapat contoh tersebut bisa disebut sebagai wau maiyah ataupun wau athof karena kita tidak dapat memastikan apakah mereka ikut serta bermain bola bersama kholil atau hanya menonton dari pinggir lapangan.  


[1] Tidak mungkin hanya berasal dari salah satunya saja
[2] Lebih baik dibaca (أَصْدِقَائُهُ)
[3] Lebih baik dibaca (أَصْدِقَائَهُ)
[4] dengan kata lain, kedua orang tersebut boleh melakukan perjalanan jauh asalkan tidak  dilakukan secara bersama-sama.
[5] Lebih baik dibaca (خَالِدٌ)
[6] Lebih baik dibaca (خَالِدًا )
[7] Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain adalah تَشَارَكَ (bekerjasama), تَعَانَقَ (saling berpelukan), تَخَاصَمَ (saling bermusuhan), تَبَاغَضَ  (saling membenci), تَبَاعَدَ  (saling berjauhan), dan lain-lain.